Namun di bagian timur negara tersebut, di Bengal Barat tepatnya, banyak madrasah yang didanai pemerintah telah menjadi cukup sukses karena selain murid Muslim, mereka juga berhasil menarik murid non-Muslim dengan jumlah yang tidak sedikit.
Brooking Doha Center yang terletak di Qatar dan disponsori Brooking Institution of Washington, mengatakan bahwa madrasah-madrasah di Bengal Barat tersebut sebagai model pendidikan di masa depan dan menyarankan kepada Pakistan untuk menerapkan hal tersebut di negara mereka.
“Madrasah memiliki sejarah yang mulia dalam tujuannya mempelajari serta menyebarkan ajaran Islam, namun tradisi tersebut kini mulai dilupakan di Pakistan karena institusi yang non-agama mulai mengambil alih peranan amdrasah,” dalam sebuah laporan studi Brooking.
Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa menurut survey, sekolah-sekolah Islam memiliki kualitas pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan sekolah lainnya, oleh karena itu bahkan para murid non-Muslim juga tertarik bergabung dengan madrasah-madrasah tersebut.
Para murid non-Muslim, termasuk Hindu, Kristen, dan penganut aliran animisme, mengirimkan anak-anak mereka ke madrasah karena kualitas pendidikan dan kedisiplinan yang tinggi.
Sekitar 17 persen murid madrasah di seluruh Bengal Barat adalah non-Muslim, menurut Abdus Sattar, Menteri pendidikan madrasah Bengal Barat.
Tidak seperti madrasah tradisional pada umumnya, madrasah di bengal Barat menerapkan kurikulum pendidikan yang lebih umum. Selain mempelajari agama Islam, murid-murid mereka juga dilatih untuk menjadi seorang insinyur, dokter, ilmuwan, dan profesi-profesi modern lainnya.
Pemerintahan Bengal Barat juga merasa senang karena beberapa murid bahkan berasal dari luar negeri.
“Kerja keras kami di madrasah-madrasah Bengal Barat kini telah diakui, bahkan oleh internasional. Hal tersebut semakin menekankan bahwa Pakistan juga perlu meniru langkah-langkah kami,” Sattar mengatakan.
“Ilmu mengenai Islam dan bahasa Arab adalah sedikit dari yang kami ajarkan disini. Kami juga melatih murid-murid kami agar siap menghadapi masa depan dengan mempelajari praktek-praktek profesi, sehingga selain menjadi orang yang berilmu agama, mereka juga siap berkompetisi dengan komunitas lainnya,” tambahnya.
“Non-Muslim yang menyadari bahwa kurikulum kami tidak berbeda dengan sekolah umum menjadi kunci utama ketertarikan mereka bergabung dalam madrasah.”
Sattar juga mengatakan semakin banyak madrasah yang didirikan seiring meningkatnya jumlah murid non-Muslim yang bergabung.
Saat ini terdapat sekitar 576 madrasah modern yang didukung pemerintahan, termasuk 474 “madrasah tinggi” yang menerapkan silabus sekolah modern, dan 102 “madrasah senior” yang fokus pada teologi Islam.
Sohrab Hossain, Presiden West Bengal Board of Madrassa Education, mengatakan bahwa madrasah kini tidak dapat dipandang sebagai institusi minoritas lagi.
“11 persen guru madrasah kami juga merupakan non-Muslim, dan madrasah-madrasah kami berkontribusi pada pendidikan modern yang lebih umum,” Hossain menjelaskan.
Sebagian besar terletak di daerah pedesaan Bengal Barat, madrasah-madrasah itu tidak menerapkan biaya apapun, membuat mereka menarik para murid yang berasal dari keluarga menengah dan miskin.
Keberadaan madrasah-madrasah tersebut juga telah berhasil dianggap merubah stigma mengenai Muslim dan madrasah yang selama ini disebarkan-sebarkan media.
Suprabhat Dey, salah satu pengajar Hindu, mengatakan ketika pertama kali dia membaca lowongan kerja untuk madrasah tersebut, dia merasa takut karena citra fundamentalis yang terlanjur menempel pada madrasah.
“Namun setelah saya bergabung dengan madrasah, saya menyadari bahwa kisah-kisah itu telah salah menceritakan tentang Islam dan Muslim.” Dey menjelaskan.
Nasim Akhtar Mandal, yang mendatangi madrasah-madrasah di Bengal Barat, mengatakan bahwa murid-murid Muslim juga memiliki kemampuan yang tak kalah dengan non-Muslim.
“Kini murid non-Muslim mengetahui bahwa murid-murid Muslim juga mampu menjadi dokter, insinyur, dan ilmuwan di masa depan,” jelas Mandal. (al/wt) www.suaramedia.com